Sabtu, 02 Juli 2011

Kebetulan vs Kebenaran


Teringat dendam kesumat jaman LKM (Latihan Kepemimpinan Mahasiswa –red), saya terpikir untuk posting topik ini. Kita flashback dulu sedikit. Waktu itu, saya bersama teman-teman lain Psikologi 08 wajib mengikuti LKM di Cikole Lembang dengan berbagai persyaratan barang bawaan yang *maaf ribet. Belum lagi semua yang kami bawa harus seragam satu angkatan. Ribet kan???

Ahh, dari situlah awal kisahnya. Saya membawa botol minuman yang tidak sama dengan teman-teman lain *aqua 1,5 liter. Disemprotlah saya oleh beberapa kakak tingkat yang bertanya alasan dan blablabla lainnya. Sebagai orang jujur dan apa adanya saya dengan enteng membeberkan alasannya. “kebetulan waktu itu uang saya hanya cukup untuk membeli satu aqua 1,5 liter yang besar itu, karena kebetulan dompet saya tertinggal di rumah saudara di ujung berung dan waktunya sudah sangat mepet”. Namanya juga kakak tingkat alias senior, mereka tidak serta merta menerima alasan saya itu, ini-itu, ini-itu lah segala macem dijadikan senjata untuk menyerang saya, hehe *maaf. Ada satu senior yang dengan lantang berkata “ahh, dasar miss kebetulan, gak ada kebetulan di dunia ini!!”. Karena saya bukan tipe orang yang suka beradu argument saya memutuskan untuk diam dan juga teringat undang-undang senior-junior, (senior selalu benar,ehee) dan pasti capek lah beralasan apapun ujung-ujungnya salah wae *ampun kakak.

Cukup flashbacknya, sekarang kita bahas apa yang sebenarnya akan dibahas. Berawal dari rasa jengkel disebut “miss kebetulan”, saya berpikir keras dan berusaha mengotak-atik kata itu (kebetulan –red). Khususnya karena saya ingin mencari pembelaan untuk apa yang telah saya ucapkan tentang kebetulan itu.

Pertama, orang mengucapkan kebetulan itu terkesan hanya pembelaan terhadap apa yang tidak bisa ia lakukan. Misalnya apa yang saya lakukan saat LKM, “kebetulan waktu itu uang saya hanya cukup membeli satu aqua 1,5 liter”. Kedua, orang mengucapkan kebetulan itu adalah fakta yang tidak bisa diganggu gugat lagi. Contohnya juga sama kembali pada apa yang saya alami “kebetulan waktu itu uang saya hanya cukup membeli satu aqua 1,5 liter”. Uang yang hanya cukup untuk membeli satu aqua 1,5 liter itu adalah fakta yang tidak bisa diganggu gugat. Jadi???

Ya, simpel aja lah. Saya berhasil mendapatkan pembelaan diri sendiri dari pemikiran yang saya lakukan.

Kebetulan adalah fakta dan fakta adalah kebenaran.

Jadi, kebetulan adalah kebenaran,

Lebih tepatnya lagi, kebetulan adalah kebenaran Tuhan.

Minggu, 13 Maret 2011

sampah pikiran sepertiga malam

apa yang anda pikirkan pada waktu sepertiga malam??

saya??

kenapa anda balik bertanya pada saya??

heyy!!!

saya bertanya pada anda!!!

haah???

ahh sudahlah jika tak ingin menjawab...

biar saya yang bercerita sendiri disini...


saat ini sepertiga malam saya "bermimpi"...

saya berada pada suatu tempat yang sangat lapang nan indah..

tapi..

tapi apa yang saya rasakan di tempat itu???

saya justru merasakan ketakutan yang teramat sangat...

ketakutan macam apa itu???


rasanya sekujur tubuh beku dan mati rasa tanpa ampuun..


apa yang harus saya lakukan???

membakar diri kah hanya untuk sekedar mencairkan kebekuan tubuh ini??

ahh!!!

pikiran macam apa itu??!!


heyy anda yang disana!!!

tidakkah anda berniat menolong saya???


apa yang anda lihat??

ini bukan drama yang bisa anda nonton...

ini saya yang sedang terkurung takut dan terbekukan kecemasan...


heyy!!

kenapa anda masih berada disitu dan tak sedikit pun beranjak mendekati saya??


sudah.. sudah!!!


saya tak akan berteriak dan memohon pertolongan lagi!!!

Kamis, 09 Desember 2010

jika saja bisa jujur


dunia ini panggung sandiwara (begitu kata achmad albar)...

begitu banyak peran yang bisa kita mainkan dalam kehidupan di dunia ini...

begitu pula dengan kehidupan saya,, penuh dengan sandiwara dan skenario,
selama ini saya hanya berlaku sesuai skenario yang telah saya buat, saya tidak pernah mau orang lain mengetahui kehidupan saya yang sebenarnya (tanpa skenario dan sandiwara di depan lensa mata orang lain)...

selama ini saya terbuka belum berarti saya mau membagi kisah saya dengan orang lain, masih banyak kisah yang tersembunyi di balik skenario dan sandiwara yang saya jalankan sehari-hari,,

sebenarnya,,
bukannya saya tidak ingin membaginya, tapi saya merasa belum ada "kenyamanan dan kepercayaan"

saya masih membuat sebuah invisible door di hadapan orang lain...

invisible door yang menutup bagian diri saya dari dunia luar, namun tidak menutup kemungkinan untuk masih bisa terbuka untuk dunia luar...dengan berbagai kunci yang pas dan memang cocok dengan si invisible doornya..

namun tidak sembarang orang bisa dengan mudah membuka invisible door itu meski dengan kunci yang tepat dan pas,,,

orang dengan kunci itu harus bisa memacu kejujuran dalam diri saya dan membuang skenario serta sandiwara yang selama ini saya jalani...

jika saja bisa jujur pada siapapun dan apapun yang ada di sekitar saya...

namun keadaan tidak memungkinkan untuk saya bisa jujur sekarang ini, apalagi dengan apa yang terjadi pada saya saat ini,,,
sungguh tidak mungkin untuk membiarkan kejujuran itu mengalir ke dunia luar...

maafkan atas ketidakjujuran saya yang beralasan kuat dan jelas untuk menghayati keadaan saya yang sebenarnya,,,

manusia dengan seribu bahkan lebih topeng

tahu kah anda jika di dunia ini ada manusia yang hidup dengan seribu bahkan lebih topeng???

yayaya...
anda bisa saja tahu atau tidak,,

saya ingin sedikit bercerita tentang manusia jenis ini...

manusia ini saya temui 20 tahun yang lalu,,
sebenarnya dia tidak pernah dibesarkan dengan bekal topeng yang banyak seperti apa yang sering ia tampilkan dalam kehidupannya sekarang, tapi ada hal yang terjadi padanya yang membuat dia memproduksi begitu banyak topeng dalam kehidupannya.
manusia dengan self esteem dan self confidence yang sangat rendah...
manusia dengan seribu ketakutan dan harapan yang tak pernah terrealisasi..
manusia dengan seribu kebodohan dan ketidakjelasan...
manusia yang takut hidup berdampingan dengan orang lain dengan apa adanya diri dia...
ITULAH mengapa seribu topeng itu sangat melekat pada dirinya...
topeng itu bisa terpasang secara otomatis setiap kali dia berdampingan dengan orang lain...

dia begitu takut mengecewakan orang lain, sehingga dia terus menerus memasangkan topengnya tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya dia inginkan...

dia ingin hidup dengan wajahnya sendiri, tapi dia terus menerus dihantui ketakutan yang tidak realistis...

tapi kini dia mulai berusaha untuk setidaknya melepaskan satu per satu topeng yang dia miliki..
dia sedang berusaha sekuat tenaga dan hatinya untuk bisa lepas dari topeng-topeng itu...

Jumat, 29 Oktober 2010

sedikit bercerita

wooo...
setelah ngepost buruan masa lalu jadi teringat masa-masa 'edan' dulu..
malu, bodoh, payah, brandalan...

sebelum menginjakkan kaki di dunia kampus, saya bukanlah orang seperti adanya sekarang. Saya bukan orang baik-baik (meski sekarang juga entah baik atau tidak). Saya hidup layaknya seorang brandalan yang melakukan sesuatu serba seenaknya dan tanpa aturan. Saya sangat membenci aturan dan keteraturan apalagi diatur-atur. Mulai dari penampilan sampai kelakuan, sangat jauh dari kesan seorang manusia yang terpelajar. Tapi pada saat itu saya sangat menikmati keadaannya, saya menemukan kebahagiaan dan kenyamanan dengan berlaku demikian. Tidak ada orang yang bisa melarang apa yang saya lakukan.

sampai akhirnya saya berkenalan dengan dunia kampus, hal itu masih melekat dalam diri saya. Tapi setelah beberapa waktu hidup dalam dunia yang baru dan apa yang ada di dalamnya pun serba baru, termasuk manusia-manusianya saya sedikit merasa tersentil oleh SESEORANG di kelas yang baru saya masuki...
bukan!!!
Bukan orang itu yang sengaja menyentil saya, tapi saya sendiri yang merasa tersentil ketika melihat 'apa yang dia miliki'. Sentilan SESEORANG itu membuat saya ingin menyelami 'apa yang dimilikinya' hingga beberapa waktu lamanya. SESEORANG itu pasti tidak akan menyadari kalau dirinya sedang sangat saya perhatikan secara mendalam, karena saya punya cara tersendiri untuk melakukannya secara halus dan luwes. Alhasil, setelah beberapa waktu saya menyelaminya, timbul keinginan dalam diri saya untuk merubah apa yang sebelumnya melekat pada diri saya. Saya ingin menjadi pribadi baru -tanpa merubah jati diri- yang memang saya pikir itulah seharusnya yang dimiliki oleh seseorang. Sampai saat ini, saya masih terus menyelami dan meneladani apa yang dia miliki.
Suatu saat saya akan berterima kasih pada orang itu, secara jujur dan terang-terangan..

Terima kasih,kawan...

masa lalu itu terus memburu

fyuuuhhh...
setelah bersekolah, eh berkuliah di jurusan yang ngurusin ini ono yang bersangkutan dengan tingkah manusia saya lebih memahami apa yang terjadi dengan diri saya selama ini...

benar!!!
masa lalu itu bisa menjadi latar belakang mengapa seseorang bisa seperti apa yang ada dimasa sekarang, saya sangat merasakan hal itu...

betapa 'ripuhnya' perjuangan saya untuk sedikit demi sedikit menata diri yang terus menerus terkoyak masa lalu yang bagi saya begitu menyeramkan (mungkin lebih menyeramkan daripada ketemu "neneng")..
rasanya ingin sekali hidup dengan sebuah 'kenormalan' layaknya teman-teman yang berada di sekitar saya, tapi apa?? masa lalu itu selalu memburu dan membuat saya selalu merasa berbeda dengan yang lainnya.

sakit, saat saya benar-benar tidak bisa bergabung dengan area mereka yang ada di sekitar saya, padahal nyatanya saya selalu berada di sekitar area itu.
senang, saat saya bisa setidaknya numpang lewat di area itu.
cape, saat saya harus memasang berbagai topeng untuk menyembunyikan 'aku'

saya ingin terlepas dari buruan masa lalu itu, tapi apa yang harus saya lakukan itu yang jadi masalah. rasanya sudah terlalu lelah saya diburu terus menerus, apa saya memang harus menyerah dan menjadi tawanan masa lalu?? TIDAK!!!

Allohku, beri jalan untukku untuk bisa setidaknya menghindari buruan masa lalu itu, karena sejujurnya saya sudah benar-benar lelah dan ingin menyerah...